Gambaran Masyarakat Batak
kuno/Tradisonal
- Latar masyarakat
Menurut
mithos yang masih hidup hingga sekarang adapun leluhur pertama dari seluruh
orang Batak adalah bernama Siraja Batak.
Turunan leluhur tersebut mendiami seluruh Pulau Samosir. Kemudian sebahagian besar dari mereka menyeberangi Danau Toba, lalu berpencar kesegala penjuru mendiami daerah-daerah yang ada di Sumatera Utara.
Turunan leluhur tersebut mendiami seluruh Pulau Samosir. Kemudian sebahagian besar dari mereka menyeberangi Danau Toba, lalu berpencar kesegala penjuru mendiami daerah-daerah yang ada di Sumatera Utara.
Pola
imigrasi masyarakat Batak tersebut bermula dari Pusuk Buhit (sianjur mula-mula)
yang terletak di Pulau Samosir, sampai pada pembukaan lembah-lembah baru yang
meluas dan memanjang di garis pantai selatan Danau Toba (Toba Holbung), dan
menurut perhitungan generasi, lembah-lembah tersebut telah mengorganisasi diri
sebagai Bius (Panguyuban) yang pertama kira-kira 20 generasi yang lalu. Maka
kesimpulan yang dapat ditarik adalah bahwa Bius-bius disana sudah berfungsi di
abad ke-13, lewat proses imigrasi di periode tahun 1000 sampai tahun 1300.
Secara
Khusus Yang di sebut sebagai Suku Batak Toba adalah yang tinggal didataran tinggi
Toba atau yang biasa di sebut daerah Toba. (Sekarang ini adalah meliputi daerah
Samosir, Tobasa, Humbang, Serta Silindung/Tapanuli Utara).
- Kepercayaan
(Agama)
Masyarakat
Batak kuno mempunyai kepercayaan bahwa
DALIHAN NATOLU adalah penerapan kuasa dari Debata Mulajadi Na
Bolon. Debata Mulajadi Na Bolon adalah
Tuhan Maha Pencipta dan memiliki Kuasa diatas segala apapun yang di percayai
oleh oleh mayarakat batak tua. Mulajadi Na Bolon dalam kepercayaan masyarakat
tua mempunyai pancaran kekuasaan Debata Natolu (Tiga dalam Satu) yaitu :
-
Batara Guru sebagai fungsi kebijakan (kebenaran)
-
Debata
Sohaliapan sebagai kesucian
-
Debata
Balabulan sebagai fungsi kekuatan
Selain
percaya kepada Mulajadi Na Bolo nada juga beberapa kekeuatan-kekuatan yang
dianggap dapat memberi mereka hidup. Seperti halnya :
-
Tondi
yaitu roh manusia itu sendiri yang sekaligus merupakan kekuatan bagi dirinya.
-
Sumangot adalah roh manusia yang telah
meninggal dan diyakini dapat membantu manusia
-
Begu
adalah roh-roh penasaran atau roh jahat yang mengganggu kehidupan manusia.
Dari
kekuatan-kekuatan yang di sebut di atas dapat dilihat bahwa masyarakat batak
kuno selain percaya kepada Mulajadi Na Bolon, masyarakat Batak sebagai penganut
kepercayaan Sipelebegu, masih memberikan persembahan kepada kekuatan lain. Mereka lebih banyak memberi persembahan dan
memohon doa kepada Begu. Sebab mereka yakin bahwa begu adalah sumber bencana,
penyakit, kekalahan dalam perang, musim kemarau, hama tanaman, penyakit ternak dan semua yang
mendatangkan malapetaka kepada manusia. Namun mereka juga percaya bahwa begu
berkuasa dalam memberikan berkah yaitu seperti Sumangot para nenek moyang dan
Sombaon.
Demikianlah
kepercayaan masyarakat Batak kuno, walaupun mengakui adanya Debata Mulajadi
Nabolon namun dalam pelaksanaan keagamaan mereka lebih banyak memberikan
persembahan dan memohon doa kepada
kekuatan-kekuatan lain.
- Kondisi
Sosial Budaya Masyarakat
Dalam
budaya masyarakat batak terdapat istilah DALIHAN NA TOLU, yang merupakan
Falsafah yang di wariskan secara turun temurun. Falsafah tersebut sebagai sistim
nilai dalam Stuktur sosial maysarakat Batak. Bila di terjemahkan dalam bahasa
Indonesia Dalihan Na Tolu adalah Tungku, yaitu sejenis alat memasak yang
terdiri dari 3 buah batu dan di letakkan sedemikian rupa, sehingga periuk/
kuali dapat terletak diatasnya. Semboyan ini dalam kehidupan sosial masyarakat
Batak melambangkan 3 unsur yaitu :
-
Dongan
Sabutuha, yaitu pihak keluarga yang semarga di dalam hubungan garis Bapak
secara Patrilineal. Kekerabatan ini merupakan fondasi yang kokoh bagi
masyarakat Batak yang terdiri atas kaum marga dan sub marga yang bertalian
menurut garis bapak.
-
Hula-Hula yaitu kerabat dari pihak istri,
hula-hula di ibaratkan seperti MataniariBinsar,
artinya matahari terbit yang memberi cahaya hidup dalam setiap atau segala
kegiatan sehingga harus dihormati, sumber Sahala terhadap boru yang ingin
meminta Pasu-pasu atau berkat.
-
Boru
adalah kerabat dari pihak saudara perempuan, pihak suami yang tergolong kepada
boru adalah Hela atau suami boru pihak keluarga hela yang didalamnya termasuk
orang tua beserta keturunannya.
Dalihan NaTolu berperan dalam
setiap hubungan kemasyarakatan, yang memiliki nilai-nilai yang harus dijungjung
tinggi.
Ciri utama perkampungan Batak dapat dikatakan sama yaitu berkelompok-kelompok.
Setiap kampung di kelilingi parit dan ditanami dengan rumpun bambu dan
pohon-pohon lainnya yang berfungsi sebagai pagar benteng.
Pertambahan penduduk selalu menginginkan perluasan daerah
baik untuk tempat tinggal maupun lahan pertanian. Demikian juga halnya dengan
perkembangan huta bagi masyarakat batak kuno. Pertambahan Huta (kampung)
terutama didasarkan atas kebutuhan lahan pertanian dan pemukiman karena huta
yang lama bentuk dan ruangnya yang khas tidak mungkin di perluas. Berikut dibawah
ini bentuk susunan pemukiman masyarakat batak :
-
Huta
: merupakan kesatuan teritoal yang dihuni oleh keluarga yang berasal dari satu
marga (klen)
-
Bius
yaitu suatu wilayah dari sejumlah huta yang tergabung menjadi satu dengan
mengabaikan factor klen yang sama.
-
Sosor
yaitu suatu perkampungan baru, biasanya yang kecil dan didirikan karena huta
induk sudah penuh untuk tempat tinggal maupun tanah untuk bercocok tanam. Lama
kelamaan satu sosor dapat berubah menjadi satu huta penuh, kalau
sayarat-sayarat mendirikan huta sudah dipenuhi.
-
Partungkoan
ialah merupakan sebidang tanah dekat pintu gerbang dari huta. Biasanya
partungkoan ini tempatnya teduh dan dilindungi oleh pohon beringin.
Maka
dapat dikatakan bahwa pola perkampungan dari masyarakat batak terdiri dari huta
yang didiami oleh marga (klen) tertentu, dimana setiap marga hampir rata-rata
mempunyai huta.
Dalam
kelangsungan hidup masyarakat batak tidak dapat terlepas dari Adat. Bagi orang
Batak adat adalah merupakan jalan
penunjuk dalam setiap saat atau yang membimbing setiap orang dalam melaksanakan
setiap kegiatan secara timbal balik antara manusia dan alam. Dalam masyarakat
Batak adat bukanlah sekedar kebiasaan atau tata tertib sosial, melainkan
sesuatu yang mencakup seluruh dimensi
kehidupan jasmani dan rohani, masa kini dan masa yang akan dating, hubungan
dengan sesama maupun dengan pencipta juga keselarasan antara manusia dengan
seluruh jagad raya.
Untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya masyarakat melakukan berbagai usaha. Mata
pencaharian yang utama adalah pertanian, beternak, membuat kerajinan tangan
seperti halnya memahat dan bertenun Ulos adalah mata pencaharian bagi yang
tidak mempunyai lahan pertanian. Bagi masyarakat yang hidup di pinggiran Danau
Toba menangkap ikan adalah merupakan sumber kehidupan, walaupun dilakukan pada
musim tertentu.
Dalam bidang pendidikan dan ilmu pengetahuan
berlangsung secara alami maupun belajar dari orang-orang tertentu. Pendidikan
yang dimiliki tentu tidak sama dengan pendidikan yang berlangsung di sekolah
seperti dewasa ini. Pendidikan pada masa itu berlangsung dalam keluarga yaitu
merupakan dasar pendidikan dalam lingkungannya. Pendidikan dalam masyarakat
terlaksana berdasarkan norma-norma yang ada. Anak-anak pada masa itu memperoleh
pendidikan dari kegiatan-kegiatan sehari yang berlangsung di tengah-tengah
masyarakat itu sendiri. Adapun yang menjadi bahan pelajaran dalam kelangsungan
pendidikan adalah segala kegiatan manusia yang umum dalam memenuhi kebutuhannya
dan diantaranya yang paling utama adalah : Pengetahuan tentang Tuhan
(marDebata), menjungjung tinggi kekerabatan (martutur). Adapun yang berhak
memberikan bahan pelajaran bagi peserta didik adalah orang yang sudah dewasa,
khususnya orang tua. Disamping para orang tua, masyarakat Batak mengenal
tokoh-tokoh yang professional dan berperan sebagai guru masyarakat yaitu di
sebut sebagai Raja Patik. Dalam menyampaikan materi pelajaran Raja Patik
berbicara dan mengajar di tempat-tempat orang banyak berkumpul seperti
partungkoan, onan (pasar) dan juga pada pelaksanaan upacara-upacara adat. Raja
Patik dalam masyarakat Batak adalah menjadi panutan moral dan sosial masyarakat
dan juga di akui sebagai kamus berjalan, ahli hukum dan ahli adat. Jadi dalam
hal ini Raja Patik berperan sebagai pendidik masyarakat dan juga sebagai alat
penyampai nilai-nilai dan pengetahuan moral dan sosial bagi masyarakat luas.
Dalam penyampain pendidikan disamping Raja Patik, Datu adalah salah satu
pengajar yang diakui. Datu disebut sebagai guru dalam masyarakat karena Datu
mempunyai murid dan mengajar langsung kepada muridnya. Tetapi Datu tidaklah mengajar pada masyarakat
luas seperti halnya raja Patik, tetapi hanya kepada seseorag yang belajar
kepadanya dan harus secara tertutup, atau diluar lingkungan masyarakat luas.
Hal-hal yang di ajarkan Datu adalah berhubungan dengan kesehatan (pengobatan),
ilmu bumi falak, aksara batak dan perhitungan kalender. Datu berperan sebagai
ahli magis yang mengajarkan kekuatan magis bagi orang yang belajar kepadanya.
Dalam
bidang Ilmu pengetahuan tidaklah semua masayarakat batak memilikinya kecuali
bagi mereka yang telah belajar. Seperti halnya Pengetahuan Bahasa dan Aksara.
Hanya orang tertentu saja yang mampu menuliskan akasara batak, (huruf/ abjad).
Mereka yang telah belajar kepada Datu lah yang mampu menuliskan dan membaca
aksara. Sumber tulisan-tulisan yang di buat pada kulit kayu menjadi pustaka
atau bahan bacaan bagi para orang-orang tertentu adalah di buat oleh Datu dan
tidak boleh tersebar bagi orang-orang biasa. Sehingga bila ada tulisan asli
yang ditemukan di kulit kayu tidak diragukan hanya datu atau muridnya yang
membuat tulisan tersebut. Dalam perhitungan waktu masyarakat juga sudah
mengenal kalender dan Astrologi. Perhitungan kalender di dasarkan pada gerak
dan posisi benda angkasa. Dari gerak benda-benda angkasa inilah mengenal dan
membagi waktu 24 Jam dalam satu hari satu malam. Dalam perhitungan waktu/
kalender Datu bertindak sebagai peramal, untuk menentukan hari baik maupun hari
yang tidak tepat. Sebagai contoh Jika
seseorang akan melakukan suatu kegiatan penting terlebih dahulu pergi ke Datu
untuk meramalkan hari yang tepat melakukan kegiatan tersebut. Bila tidak atas
ramalan dari Datu diyakini akan membawa sial atau bencana.
Masyarakat
Batak juga sudah mengenal sistem mata angin. Yaitu delapan penjuru mata angin.
Sistim mata angin ini di kenal dengan istilah Desa Na Ualu. Demikian dalam hal
Bangunan, masyarakat pada zaman ini sudah memiliki ahli-ahli bangunan. Tetapi
ahli bangunan bukanlah melalui proses belajar secara formal melainkan otodidak
bahkan ada juga yang turun temurun manjadi ahli bangunan. Bangunan rumah batak memiliki ciri dan gaya tersendiri, bila
dilihat kontruksinya memiliki nilai seni yang tinggi, baik berupa warna, ukiran
dan pahatan yang ditata oleh orang tertentu yang menguasai bidan seni dan
ukiran, yang tugas berbeda dengan si pembuat bangunan. Masayarakat ini juga
mampu membuat alat-alat pertanian, perhiasan, perlengkapan dapur, alat-alat
musik dan berbagai hal lainnya.
- Bentuk
Pemerintahan
Kerajaan
batak di pimpin oleh Siraja Batak mula-mula yang di Pusuk Buhit, sesuai dengan
mitos bahwa orang Batak pertama sekali berawal dari Sianjur Mula-mula (limbong
Sagala). Kerajaan itu kemudian berkembang sampai ke Bakkara pada Dinasti
Sisingamangaraja I.
Kerajaan
Batak terbagi atas empat wilayah yang di sebut Raja Maropat yaitu :
1.
Raja
Maropat Samosir dengan Wilayah Pulau Samosir dan sekitarnya
2.
Raja
Maropat Humbang dengan wilayah daerah Humbang sampai ke Samudera Hindia dan
Aceh Selatan (singkil)
3.
Raja
maropat Silindung dengan Wilayah Silindung sekarang sampai Samudera Hindia dan
perbatasan Pagaruyung.
4.
Raja
Maropat Toba dengan Wilayah Toba sekarang sampai dengan Pantai timur berbatasan
dengan Riau (kerajaan Johor)
Secara
terperinci struktur kerajaan Batak terdiri Siraja Batak yang dibawahnya adalah Raja Maropat (Sebagai Wilayah musyawarah,
tidak otonom), kemudian dibawahnya adalah Bius (Wilayah otonom, yang dipimpin
oleh Ulu Bius atau Ihutan) sebagai wilayah daerah pemerintahan yang bersatu
dengan ugamo dan Adat. Bius terdiri dari
Horja (wilayah otonom yang dipimpin oleh Raja Oloan), yang juga merupakan
wilayah kekuasan pemerintahan Ugamo dan Adat, kemudian tiap Horja terdiri dari
beberapa Lumban dan Huta (kedua wilayah ini di pimpin oleh Raja Huta). Sehingga
dapat dikatakan bahwa pemerintahan Batak pada masa itu sudah memiliki stuktur
dan sistim demokrasi yang bertingkat.
Seiring
dengan waktu kerajaan Batak kemudian beralih ke Bakkara pada dinasti Raja
Sisingamangaraja I. Raja ini berperan sebagai kepala pemerintahan, pemimpin
Ugamo dan Adat. Raja Sisingamangaraja di dampingi oleh para Cendikiawaan ataupun para orang-orang pintar yang di sebut
dengan Parmalim. Para Parmalim dianggap
sebagai orang suci, di samping berkedudukan sebagai petugas Ugamo juga
sebagai penasihat kepada Raja Sisingamangaraja dalam menjalankan roda
pemerintahan. Sementara itu panglimanya adalah dari daerah Raja-raja Maropat.
Pemerintahan
yang dipimpin oleh Raja Sisingamangaraja adalah memerintah secara langsung
walau sebenarnya terdapat pembagian wilayah kerajaan Batak dan dipimpin oleh
pemimpin masing-masing. Akan tetapi kesungguhan dalam memimpin dan taat akan
adat yang menjadi alasan pemerintahan secara langsung tersebut. Namun demikian
kepemimpinan yang dilaksanakan oleh Raja tersebut tidak pernah di bantah oleh
rakyat pada masa itu karena didasarkan pada keyakinan bahwa pemimpin Batak
mulai dari Siraja Batak sampai Sisingamangaraja XII adalah Titisan Mulajadi Na
Bolon.
Cita-cita
sistim pemerintahan Kerajaan Batak adalah untuk membentuk Raja Mar Opat, Bius,
Horja, Lumban dan Huta menjadi wilayah pemerintahan. Tetapi tidak dapat
terwujud, yang dapat terwujud adalah membuat Raja Mar Opat itu menjadi wilayah
musyawarah dari wakil-wakil Bius. Yang dapat terwujud sebagai Pemerintahan
kerajaan Batak baru pada tahap Bius, Horja, Lumban dan Huta.
Secara
umum sistim pemerintahan Tradisional Batak lebih banyak dilihat dari sudut
kejiwaan yang berhikmat. Hukum lahir memang kuat tetapi ikatan yang paling
mendasar adalah dari segi kerohanian yang dianggap Spritual.
by: Arlinton P hutagalung
DAFTAR
PUSTAKA
-
Simanjuntak. B.A,
Pemikiran Tentang Batak, Pusat Dokumentasi Dan Pengkajian Kebudayaan Batak,
Universitas HKBP Nomensen, Medan ,
1986
-
Siahaan. N,
Sejarah Kebudayaan Batak, Medan ,
CV. Napitupulu & Sons, 1964
-
Sirait. S.M.P,
Ketika Mentari Terbit di Tapanuli, CV. Saroha Group, Siantar, 1962
-
Aritonang, Jan.S,
Sejarah Pendidikan Kristen di Tanah Batak, BPK Gunung Mulia, Jakarta , 1988.