Surat Buat Tuhan

Written By Unknown on Jumat, 14 Februari 2014 | 14.22

Dengan termenung Si petani
memandang ladang padinya di perbukitan itu. Hatinya galau karena apa yang diharapkannya belum kunjung tiba. Sudah 2 bulan ini hujan tak turun, sedangkan padi yang ditanaminya mulai berbuah. Untuk itu di perlukan hujan agar padi yang ditanamnya tidak layu dan mati. Sudah 2 hari ini dia duduk termenung di pondoknya di bukit itu. Hatinya sedih memikirkan bagaimana kalau panen gagal, isteriku dan anak-anakku akan mati kelaparan , dan ini sesuatu hal yang tidak diharapkannya. Sambil menatap ladangnya yang gersang itu, ia teringat kotbah pendeta di Gerejanya yang menghibur para petani dengan mengatakan : “ Mungkin kekeringan ini suatu cobaan dari Tuhan untuk kita semua. Karena itu Tobatlah, mintalah pertolongan Tuhan, agar Tuhan mengabulkan permintaan kita ”.
Sudah 2 minggu ini dia berdoa dengan sungguh-sungguh, di dalam doanya dipanjatkan permohonan agar Tuhan memberikan hujan banginya. 
Hari ini kembali dia duduk dipondoknya itu dan dia memandang ke langit. Di langit yang cerah ia menatap ada segumpal awan yang membuat wajahnya menjadi cerah. “mudah-mudahan hujan akan segera turun, Tuhan mungkin akan menjawab permohonanku”.
Segumpal awan itu tak lama menjadi awan yang besar dan menutupi sinar matahari. Dengan hati yang gembira ia pulang ke Rumahnya karena hujan telah datang, apa yang di harapkannya telah tercapai. “ Tuhan  telah menjawab doaku”. Sesampai di rumahnya hari telah malam. Isterinya telah menyediakan santapan bersama anak dan suaminya. Dia makan malam dengan lahap karena hatinya sangat senang. Sementara itu diluar sana hujan semakin deras saja, petir menggelegar bersahut-sahutan, dan angin semakin keras menyapu permukaan tanah.
Di rumahnya kembali ia termenung, hatinya cemas. “Hujan seperti ini tak kuharapkan, kalau hujan begini terus satu malam, hancurlah tanamanku”. Hujan dan badai tak berhenti sampai keesokan harinya.
Sore itu hujan pun mereda, cepat-cepat ia pergi ke ladangnya, di pandanginya ladangnya, air matanya menetes, karena padi di ladangnya telah rusak semua dihantam banjir dan badai. “Itu berarti setengah tahun ini kami akan kelaparan”.Badannya  lemas memikirkan apa yang harus dilakukannya untuk menanggung kelaparan nanti.
Malam itu di tempat tidurnya dia tak dapat tidur, disampingnya isterinya telah pulas tidur sementra pikirannya terus bekerja. “Tuhan terlalu keterlaluan, dia menjawab doaku tetapi di berikanNya berlebihan hingga akhirnya menjadi bencana.”. mungkin aku harus meminta permohonanan kepada Tuhan kembali, tetapi bagaimana caranya........???? lama ia berpikir kemudian dia tertidur....
Keesokan harinya pagi-pagi benar dia pergi ke kota. Kota itu ibu kota kecamatan yang jaraknya ± 12 km dari rumahnya. Sesampai disana dia langsung pergi ke Kantor Pos membeli kertas, amplop dan perangko.Dia meminta pulpen dari petugas disana, dan menulis suratnya “ Tuhan aku yakin, Tuhan menolong aku”. Hujan dari badaiMu membuat panenku gagal, aku butuh Rp.100.000 untuk menghidupi keluargaku sampai yang akan datang. Dilipatnya kertas itu dan dimasukkanya  ke dalam amplop dan di tuliskannya   “Kepada Tuhan” dari Bonar S. Kemudian di jilatnya perangko dan ditempelkan ke amplop itu. Lalu surat di masukkannya ke dalam kotak pos yang ada di ruangan itu. Dia pulang dengan muka yang cerah dan penuh keyakinanan, Tuhan pasti menjawab permohonannya.
Di Kantor Pos itu petugas pos tersenyum membaca amplop sambil tertawa lalu memberikan  amplop itu kepada atasannya. Kepala Kantor Pos kecamatan itu adalah seorang yang baik, Dia juga adalah seorang guru jemaat di salah satu Gereja di desa kecamatan itu. Lalu surat itu di simpannya baik-baik untuk di serahkan kepada pendeta.
Hari Minggu surat tersebut di serahkan kepada pendeta. Ketika membaca surat tersebut sang pendeta tersentuh hatinya. ” Iman orang ini tentu sangat kuat sehingga dia menulis surat ini dan iman seperti orang ini tak boleh di kecewakan”. Karena itu pendeta langsung membicarakan isi surat itu bersama guru Jemaat. Sang pendeta mengatakan orang ini harus dibantu, ia membantu Rp.5.000,. Melihat pendetanya memberikan bantuan, Guru huria tak mau kalah mereka juga memberikan bantuan hingga terkumpul Rp.75.000. 
Seolah-olah tahu akan dijawab suratnya, Si petani kembali ke Kantor Pos itu dan bertanya “ apakah ada surat buat saya?” Kepala Kantor Pos yang telah lama menantinya mengatakan ada. Surat itu telah kami titipkan di Gereja. Dengan gembira ia pergi ke Gereja dan berkata dalam hatinya ”Tuhan  telah  menjawab doaku”. Disana sang pendeta menyambut tamunya dan ketika memberikan amplop itu dia berkata :”Tuhan telah menjawab permohonan saudara dan berkat Tuhan ini tentu akan meringankan bebanmu, terimalah dengan senang hati”.
Dalam perjalanan, di bukanya amplop itu dan dihitungnya yang diterimanya hanya RP.75.000. Di dalam hati dia berkata “tak mungkin Tuhan memberikan kurang”. Ketika aku meminta hujan Tuhan memberikan berlebihan. Kenapa ketika aku meminta Rp.100.000. Tuhan tidak memberikan berlebihan? Ah, aku harus mengadu kepada Tuhan.! Lalu dia pergi keKantor Pos dan menulis lagi surat kepada Tuhan
Pada hari minggu pendeta menerima surat kembali dan tersenyum, mungkin ini ucapan terimakasih. Pendeta membuka surat itu dan sangat terkejut. Sebab tertulis disana “Tuhan sekali lagi kalau memberikan bantuan langsung saja padaku dan jangan lewat pendeta itu. Aku meminta Rp.100.000 yang sampai padaku Rp.75.000. aku percaya Tuhan memberi tak pernah kurang, pasti Rp.25.000 di ambil pendeta itu”. Dari : Bonar S.       
         

0 komentar: