Gambaran Masyarakat Batak kuno/Tradisonal

Written By Unknown on Jumat, 10 Januari 2014 | 20.21


                                                 
                                       Gambaran Masyarakat Batak kuno/Tradisonal

  1. Latar masyarakat
Menurut mithos yang masih hidup hingga sekarang adapun leluhur pertama dari seluruh orang Batak adalah bernama Siraja Batak.

Turunan leluhur tersebut mendiami seluruh Pulau Samosir. Kemudian sebahagian besar dari mereka menyeberangi Danau Toba, lalu berpencar kesegala penjuru mendiami daerah-daerah yang ada di Sumatera Utara.
Pola imigrasi masyarakat Batak tersebut bermula dari Pusuk Buhit (sianjur mula-mula) yang terletak di Pulau Samosir, sampai pada pembukaan lembah-lembah baru yang meluas dan memanjang di garis pantai selatan Danau Toba (Toba Holbung), dan menurut perhitungan generasi, lembah-lembah tersebut telah mengorganisasi diri sebagai Bius (Panguyuban) yang pertama kira-kira 20 generasi yang lalu. Maka kesimpulan yang dapat ditarik adalah bahwa Bius-bius disana sudah berfungsi di abad ke-13, lewat proses imigrasi di periode tahun 1000 sampai tahun 1300.
Secara Khusus Yang di sebut sebagai Suku Batak Toba adalah yang tinggal didataran tinggi Toba atau yang biasa di sebut daerah Toba. (Sekarang ini adalah meliputi daerah Samosir, Tobasa, Humbang, Serta Silindung/Tapanuli Utara).


  1. Kepercayaan (Agama)
Masyarakat Batak kuno mempunyai kepercayaan bahwa  DALIHAN NATOLU adalah penerapan kuasa dari Debata Mulajadi Na Bolon.   Debata Mulajadi Na Bolon adalah Tuhan Maha Pencipta dan memiliki Kuasa diatas segala apapun yang di percayai oleh oleh mayarakat batak tua. Mulajadi Na Bolon dalam kepercayaan masyarakat tua mempunyai pancaran kekuasaan Debata Natolu (Tiga dalam Satu) yaitu :
-          Batara  Guru sebagai fungsi kebijakan (kebenaran)
-          Debata Sohaliapan sebagai kesucian
-          Debata Balabulan sebagai fungsi kekuatan
Selain percaya kepada Mulajadi Na Bolo nada juga beberapa kekeuatan-kekuatan yang dianggap dapat memberi mereka hidup. Seperti halnya :
-          Tondi yaitu roh manusia itu sendiri yang sekaligus merupakan kekuatan bagi dirinya.
-           Sumangot adalah roh manusia yang telah meninggal dan diyakini dapat membantu manusia
-          Begu adalah roh-roh penasaran atau roh jahat yang mengganggu kehidupan manusia.
Dari kekuatan-kekuatan yang di sebut di atas dapat dilihat bahwa masyarakat batak kuno selain percaya kepada Mulajadi Na Bolon, masyarakat Batak sebagai penganut kepercayaan Sipelebegu, masih memberikan persembahan kepada kekuatan lain.  Mereka lebih banyak memberi persembahan dan memohon doa kepada Begu. Sebab mereka yakin bahwa begu adalah sumber bencana, penyakit, kekalahan dalam perang, musim kemarau, hama tanaman, penyakit ternak dan semua yang mendatangkan malapetaka kepada manusia. Namun mereka juga percaya bahwa begu berkuasa dalam memberikan berkah yaitu seperti Sumangot para nenek moyang dan Sombaon.
Demikianlah kepercayaan masyarakat Batak kuno, walaupun mengakui adanya Debata Mulajadi Nabolon namun dalam pelaksanaan keagamaan mereka lebih banyak memberikan persembahan  dan memohon doa kepada kekuatan-kekuatan lain.    
  1. Kondisi Sosial Budaya Masyarakat
Dalam budaya masyarakat batak terdapat istilah DALIHAN NA TOLU, yang merupakan Falsafah yang di wariskan secara turun temurun. Falsafah tersebut sebagai sistim nilai dalam Stuktur sosial maysarakat Batak. Bila di terjemahkan dalam bahasa Indonesia Dalihan Na Tolu adalah Tungku, yaitu sejenis alat memasak yang terdiri dari 3 buah batu dan di letakkan sedemikian rupa, sehingga periuk/ kuali dapat terletak diatasnya. Semboyan ini dalam kehidupan sosial masyarakat Batak melambangkan 3 unsur yaitu :
-          Dongan Sabutuha, yaitu pihak keluarga yang semarga di dalam hubungan garis Bapak secara Patrilineal. Kekerabatan ini merupakan fondasi yang kokoh bagi masyarakat Batak yang terdiri atas kaum marga dan sub marga yang bertalian menurut garis bapak.
-           Hula-Hula yaitu kerabat dari pihak istri, hula-hula di ibaratkan seperti MataniariBinsar, artinya matahari terbit yang memberi cahaya hidup dalam setiap atau segala kegiatan sehingga harus dihormati, sumber Sahala terhadap boru yang ingin meminta Pasu-pasu atau berkat.
-          Boru adalah kerabat dari pihak saudara perempuan, pihak suami yang tergolong kepada boru adalah Hela atau suami boru pihak keluarga hela yang didalamnya termasuk orang tua beserta keturunannya.
Dalihan NaTolu berperan dalam setiap hubungan kemasyarakatan, yang memiliki nilai-nilai yang harus dijungjung tinggi.
        Ciri utama perkampungan Batak dapat dikatakan sama yaitu berkelompok-kelompok. Setiap kampung di kelilingi parit dan ditanami dengan rumpun bambu dan pohon-pohon lainnya yang berfungsi sebagai pagar benteng.
        Pertambahan penduduk selalu menginginkan perluasan daerah baik untuk tempat tinggal maupun lahan pertanian. Demikian juga halnya dengan perkembangan huta bagi masyarakat batak kuno. Pertambahan Huta (kampung) terutama didasarkan atas kebutuhan lahan pertanian dan pemukiman karena huta yang lama bentuk dan ruangnya yang khas tidak mungkin di perluas. Berikut dibawah ini bentuk susunan pemukiman masyarakat batak :
-          Huta : merupakan kesatuan teritoal yang dihuni oleh keluarga yang berasal dari satu marga (klen)
-          Bius yaitu suatu wilayah dari sejumlah huta yang tergabung menjadi satu dengan mengabaikan factor klen yang sama.
-          Sosor yaitu suatu perkampungan baru, biasanya yang kecil dan didirikan karena huta induk sudah penuh untuk tempat tinggal maupun tanah untuk bercocok tanam. Lama kelamaan satu sosor dapat berubah menjadi satu huta penuh, kalau sayarat-sayarat mendirikan huta sudah dipenuhi.
-          Partungkoan ialah merupakan sebidang tanah dekat pintu gerbang dari huta. Biasanya partungkoan ini tempatnya teduh dan dilindungi oleh pohon beringin.
Maka dapat dikatakan bahwa pola perkampungan dari masyarakat batak terdiri dari huta yang didiami oleh marga (klen) tertentu, dimana setiap marga hampir rata-rata mempunyai huta.
Dalam kelangsungan hidup masyarakat batak tidak dapat terlepas dari Adat. Bagi orang Batak adat adalah  merupakan jalan penunjuk dalam setiap saat atau yang membimbing setiap orang dalam melaksanakan setiap kegiatan secara timbal balik antara manusia dan alam. Dalam masyarakat Batak adat bukanlah sekedar kebiasaan atau tata tertib sosial, melainkan sesuatu  yang mencakup seluruh dimensi kehidupan jasmani dan rohani, masa kini dan masa yang akan dating, hubungan dengan sesama maupun dengan pencipta juga keselarasan antara manusia dengan seluruh jagad raya.
Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya masyarakat melakukan berbagai usaha. Mata pencaharian yang utama adalah pertanian, beternak, membuat kerajinan tangan seperti halnya memahat dan bertenun Ulos adalah mata pencaharian bagi yang tidak mempunyai lahan pertanian. Bagi masyarakat yang hidup di pinggiran Danau Toba menangkap ikan adalah merupakan sumber kehidupan, walaupun dilakukan pada musim tertentu.  
 Dalam bidang pendidikan dan ilmu pengetahuan berlangsung secara alami maupun belajar dari orang-orang tertentu. Pendidikan yang dimiliki tentu tidak sama dengan pendidikan yang berlangsung di sekolah seperti dewasa ini. Pendidikan pada masa itu berlangsung dalam keluarga yaitu merupakan dasar pendidikan dalam lingkungannya. Pendidikan dalam masyarakat terlaksana berdasarkan norma-norma yang ada. Anak-anak pada masa itu memperoleh pendidikan dari kegiatan-kegiatan sehari yang berlangsung di tengah-tengah masyarakat itu sendiri. Adapun yang menjadi bahan pelajaran dalam kelangsungan pendidikan adalah segala kegiatan manusia yang umum dalam memenuhi kebutuhannya dan diantaranya yang paling utama adalah : Pengetahuan tentang Tuhan (marDebata), menjungjung tinggi kekerabatan (martutur). Adapun yang berhak memberikan bahan pelajaran bagi peserta didik adalah orang yang sudah dewasa, khususnya orang tua. Disamping para orang tua, masyarakat Batak mengenal tokoh-tokoh yang professional dan berperan sebagai guru masyarakat yaitu di sebut sebagai Raja Patik. Dalam menyampaikan materi pelajaran Raja Patik berbicara dan mengajar di tempat-tempat orang banyak berkumpul seperti partungkoan, onan (pasar) dan juga pada pelaksanaan upacara-upacara adat. Raja Patik dalam masyarakat Batak adalah menjadi panutan moral dan sosial masyarakat dan juga di akui sebagai kamus berjalan, ahli hukum dan ahli adat. Jadi dalam hal ini Raja Patik berperan sebagai pendidik masyarakat dan juga sebagai alat penyampai nilai-nilai dan pengetahuan moral dan sosial bagi masyarakat luas. Dalam penyampain pendidikan disamping Raja Patik, Datu adalah salah satu pengajar yang diakui. Datu disebut sebagai guru dalam masyarakat karena Datu mempunyai murid dan mengajar langsung kepada muridnya.  Tetapi Datu tidaklah mengajar pada masyarakat luas seperti halnya raja Patik, tetapi hanya kepada seseorag yang belajar kepadanya dan harus secara tertutup, atau diluar lingkungan masyarakat luas. Hal-hal yang di ajarkan Datu adalah berhubungan dengan kesehatan (pengobatan), ilmu bumi falak, aksara batak dan perhitungan kalender. Datu berperan sebagai ahli magis yang mengajarkan kekuatan magis bagi orang yang belajar kepadanya.
Dalam bidang Ilmu pengetahuan tidaklah semua masayarakat batak memilikinya kecuali bagi mereka yang telah belajar. Seperti halnya Pengetahuan Bahasa dan Aksara. Hanya orang tertentu saja yang mampu menuliskan akasara batak, (huruf/ abjad). Mereka yang telah belajar kepada Datu lah yang mampu menuliskan dan membaca aksara. Sumber tulisan-tulisan yang di buat pada kulit kayu menjadi pustaka atau bahan bacaan bagi para orang-orang tertentu adalah di buat oleh Datu dan tidak boleh tersebar bagi orang-orang biasa. Sehingga bila ada tulisan asli yang ditemukan di kulit kayu tidak diragukan hanya datu atau muridnya yang membuat tulisan tersebut. Dalam perhitungan waktu masyarakat juga sudah mengenal kalender dan Astrologi. Perhitungan kalender di dasarkan pada gerak dan posisi benda angkasa. Dari gerak benda-benda angkasa inilah mengenal dan membagi waktu 24 Jam dalam satu hari satu malam. Dalam perhitungan waktu/ kalender Datu bertindak sebagai peramal, untuk menentukan hari baik maupun hari yang tidak tepat.  Sebagai contoh Jika seseorang akan melakukan suatu kegiatan penting terlebih dahulu pergi ke Datu untuk meramalkan hari yang tepat melakukan kegiatan tersebut. Bila tidak atas ramalan dari Datu diyakini akan membawa sial atau bencana.
Masyarakat Batak juga sudah mengenal sistem mata angin. Yaitu delapan penjuru mata angin. Sistim mata angin ini di kenal dengan istilah Desa Na Ualu. Demikian dalam hal Bangunan, masyarakat pada zaman ini sudah memiliki ahli-ahli bangunan. Tetapi ahli bangunan bukanlah melalui proses belajar secara formal melainkan otodidak bahkan ada juga yang turun temurun manjadi ahli bangunan.  Bangunan rumah batak memiliki ciri dan gaya tersendiri, bila dilihat kontruksinya memiliki nilai seni yang tinggi, baik berupa warna, ukiran dan pahatan yang ditata oleh orang tertentu yang menguasai bidan seni dan ukiran, yang tugas berbeda dengan si pembuat bangunan. Masayarakat ini juga mampu membuat alat-alat pertanian, perhiasan, perlengkapan dapur, alat-alat musik dan berbagai hal lainnya.

  1. Bentuk Pemerintahan
Kerajaan batak di pimpin oleh Siraja Batak mula-mula yang di Pusuk Buhit, sesuai dengan mitos bahwa orang Batak pertama sekali berawal dari Sianjur Mula-mula (limbong Sagala). Kerajaan itu kemudian berkembang sampai ke Bakkara pada Dinasti Sisingamangaraja I.
Kerajaan Batak terbagi atas empat wilayah yang di sebut Raja Maropat yaitu :
1.        Raja Maropat Samosir dengan Wilayah Pulau Samosir dan sekitarnya
2.        Raja Maropat Humbang dengan wilayah daerah Humbang sampai ke Samudera Hindia dan Aceh Selatan (singkil)
3.        Raja maropat Silindung dengan Wilayah Silindung sekarang sampai Samudera Hindia dan perbatasan Pagaruyung.
4.        Raja Maropat Toba dengan Wilayah Toba sekarang sampai dengan Pantai timur berbatasan dengan Riau (kerajaan Johor)
Secara terperinci struktur kerajaan Batak terdiri Siraja Batak yang dibawahnya adalah  Raja Maropat (Sebagai Wilayah musyawarah, tidak otonom), kemudian dibawahnya adalah Bius (Wilayah otonom, yang dipimpin oleh Ulu Bius atau Ihutan) sebagai wilayah daerah pemerintahan yang bersatu dengan ugamo dan Adat.  Bius terdiri dari Horja (wilayah otonom yang dipimpin oleh Raja Oloan), yang juga merupakan wilayah kekuasan pemerintahan Ugamo dan Adat, kemudian tiap Horja terdiri dari beberapa Lumban dan Huta (kedua wilayah ini di pimpin oleh Raja Huta). Sehingga dapat dikatakan bahwa pemerintahan Batak pada masa itu sudah memiliki stuktur dan sistim demokrasi yang bertingkat.
Seiring dengan waktu kerajaan Batak kemudian beralih ke Bakkara pada dinasti Raja Sisingamangaraja I. Raja ini berperan sebagai kepala pemerintahan, pemimpin Ugamo dan Adat. Raja Sisingamangaraja di dampingi oleh para Cendikiawaan  ataupun para orang-orang pintar yang di sebut dengan Parmalim. Para Parmalim dianggap  sebagai orang suci, di samping berkedudukan sebagai petugas Ugamo juga sebagai penasihat kepada Raja Sisingamangaraja dalam menjalankan roda pemerintahan. Sementara itu panglimanya adalah dari daerah  Raja-raja Maropat.
Pemerintahan yang dipimpin oleh Raja Sisingamangaraja adalah memerintah secara langsung walau sebenarnya terdapat pembagian wilayah kerajaan Batak dan dipimpin oleh pemimpin masing-masing. Akan tetapi kesungguhan dalam memimpin dan taat akan adat yang menjadi alasan pemerintahan secara langsung tersebut. Namun demikian kepemimpinan yang dilaksanakan oleh Raja tersebut tidak pernah di bantah oleh rakyat pada masa itu karena didasarkan pada keyakinan bahwa pemimpin Batak mulai dari Siraja Batak sampai Sisingamangaraja XII adalah Titisan Mulajadi Na Bolon.
Cita-cita sistim pemerintahan Kerajaan Batak adalah untuk membentuk Raja Mar Opat, Bius, Horja, Lumban dan Huta menjadi wilayah pemerintahan. Tetapi tidak dapat terwujud, yang dapat terwujud adalah membuat Raja Mar Opat itu menjadi wilayah musyawarah dari wakil-wakil Bius. Yang dapat terwujud sebagai Pemerintahan kerajaan Batak baru pada tahap Bius, Horja, Lumban dan Huta.
Secara umum sistim pemerintahan Tradisional Batak lebih banyak dilihat dari sudut kejiwaan yang berhikmat. Hukum lahir memang kuat tetapi ikatan yang paling mendasar adalah dari segi kerohanian yang dianggap Spritual.

by: Arlinton P hutagalung
               
                DAFTAR PUSTAKA
-    Simanjuntak. B.A, Pemikiran Tentang Batak, Pusat Dokumentasi Dan Pengkajian Kebudayaan Batak, Universitas HKBP Nomensen, Medan, 1986
-    Siahaan. N, Sejarah Kebudayaan Batak, Medan, CV. Napitupulu & Sons, 1964
-    Sirait. S.M.P, Ketika Mentari Terbit di Tapanuli, CV. Saroha Group, Siantar, 1962
-    Aritonang, Jan.S, Sejarah Pendidikan Kristen di Tanah Batak, BPK Gunung Mulia, Jakarta, 1988.