SALIB KASIH, SIATAS BARITA
(Suatu Perwujudan untuk Mengenang Awal Misi Peng-Kristenan Ompui Apostel DR. IL. Nomensen di Tanah Batak)
Oleh : Arlinton P. Hutagalung
Sebelum Misi penginjilan dimulai di Silindung oleh Nomensen, telah di dahului oleh dua orang Missionaris Yaitu Samuel munson dan Henry Lyman. Kedua missionaris ini diutus oleh Zending Gereja Baptis dari Amerika Serikat tahun 1834. Atas persetujuan kolonial Belanda, kedua missionaris ini diizinkan pergi ke Silindung, yang kebetulan pada masa itu daerah Silindung diduduki oleh kolonial Belanda. Namun misi kedua missionaris ini gagal. Dalam perjalanan dari Sibolga menuju Silindung mereka dicegat oleh rombongan Raja Panggalamei di hutan Sisangkak, Lobu pining. Kedua missionaris dan bersama seorang penerjemah ini dibunuh karena dianggap membawa petaka bagi oleh raja tersebut. Kabar kematian Henry Lyman dan Samuel Munson sampai ke Amerika dan Eropah, begitu didramatisir dengan istilah orang batak kanibbal dan berekor. Anehnya peristiwa yang menggemparkan ini sebagai simbol bahwa orang batak pemakan orang yang dikabarkan di eropah dan dibahas di Barmen, membuat Nomensen ingin dating ke tanah batak setelah dia menjadi missionaris. Peristiwa kekejaman Pelbegu yang sering diceritakan gurunya, Callisen semasa ia kecil persis seperti berita berita kaniballisme (?) di Tanah Batak. Berita tentang Lyman dan Munson-lah yang membuat hati Nomensen (waktu remajanya) seperti terobsesi ingin cepat-cepat datang ke Tanah Batak.
Pada awal Oktober 1861 Nomensen ditahbiskan menjadi Pendeta dan berkemas untuk berangkat ke daerah orang penyembah berhala. Namun sebelumnya ia berangkat menuju Amsterdam (Belanda) supaya dapat bertemu dengan tuan Witteveen di Ermello yang telah mengutus tuan Betz dan Van Asselt ke tanah batak. Dia juga menjumpai tuan Van der Tuuk (Van der Tuuk adalah seorang ahli bahasa yang pernah tinggal di tanah batak beberapa tahun mempelajari budaya dan bahasa batak) yang telah pernah tinggal di Sumatera belajar bahasa batak.
Dan pada tanggal 24 Desember 1861, dia memasuki kapal “Pertinax” yang membawanya ke sumatera. Selama 142 hari mereka berlayar mengarungi lautan dengan berbagai rintangan. Pada akhirnya mereka tiba di Padang, tanggal 16 mei 1862 dan bermalan dirumah Pendeta Denniger (Seorang missionaries yang pindah dari Kalimantan ketanah Batak bersama dengan Pendeta Klammer karena terbunuhnya para pekabar injil di sana pada tahun 1859, dari Tanah Batak dia pindah lagi ke Padang).
Sebelum Nomensen berangkat ke Tanah Batak, dia bertemu dengan seorang Kalimantan bernama Punrau (Punrau adalah seorang yang telah pernah dari Jerman; Punrau juga mengetahui bahasa jerman; Dia kemudian menjadi pembantu nomensen samapai dengan tahun 1864; Tetapi Punrau mau dipengaruhi orang silindung memberikan racun bagi Nomensen dan ahirnya dia meninggalkan pekerjaannya). Kemudian Nomensen tiba di Barus (Barus adalah sebuah daerah Pelabuhan yang juga penghasil kapur Barus pada masa itu) pelabuhan sebelum pada tanggal 25 Juni 1862 dan meyewa sebuah rumah di sana. Di daerah itulah dia belajar bahasa batak dan bahasa Indonesia (bahasa Melayu pada masa itu). Selama beberapa waktu tinggal di barus, Nomensen cepat beradaptasi dengan orang-orang di daerah itu bahkan dengan beberapa raja-raja Barus. Setelah beberapa beberapa di barus Nomensen berangkat dari sibolga menuju Sipirok. Di sipirok dia tinggal di rumah Pdt. Klammer dan kemudian ditempatkan oleh pendeta tersebut di Parausorat. Di Parausorat dia mendidrikan rumah dan sekolah, mengajar anak-anak dan mengabarkan injil kepada penduduk daerah itu. Hanya 6 bulan di Parausorat, kemudian ia berangkat ke silindung tanggal 7 November 1863. Perjalanan Nomensen menuju Silindung melalui bukit karena pada masa itu di perkampunggan terjadi pertikaian, sehingga untuk mempercepat waktu ia mengambil jalan cepat melalui bukit di Pangaribuan, dia melawati bukit Sitarindak di Sigotom. Dari bukit inilah dia sampai ke bukit Siatas Barita dekat dengan Huta Lumbanbaringin, Sitompul dan Pansur Napitu. Nomensen mencari tempat bebas untuk memandang, dan sungguh ajaib dari bukit tersebut dia melihat sebuah lembah yang indah yang belum pernah dilihatnya. Dari bukit terpampang perkampungan yang berbentuk bulat dyang dikelilingi oleh bukit nan hijau, diapit oleh Bukit Siatas Barita di sebelah timur dan dan gunung Martimbang di sebelah barat, di aliri dua sungai yaitu sungai Sigeaon dan Sungai Situmandi, yang menjadi satu di daerah Husor menjadi sungai Batang Toru. Lembah yang Indah itu di beri nama “Lembah Silindung” atau “Rura Silindung”. Memandang Rura silindung, Nomensen teringat akan Barmen di Wupertal (tal artinya lembah) Lembah Wupertal tidak seindah Rura Silindung tapi di sanalah Nomensen sekolah pendeta dan mempersiapkan diri menjadi seorang missionaris. Setelah melihat keindahan Rura Silindung dari Bukit Siatas Barita, dia bersujujud dan berdoa :
Dan pada tanggal 24 Desember 1861, dia memasuki kapal “Pertinax” yang membawanya ke sumatera. Selama 142 hari mereka berlayar mengarungi lautan dengan berbagai rintangan. Pada akhirnya mereka tiba di Padang, tanggal 16 mei 1862 dan bermalan dirumah Pendeta Denniger (Seorang missionaries yang pindah dari Kalimantan ketanah Batak bersama dengan Pendeta Klammer karena terbunuhnya para pekabar injil di sana pada tahun 1859, dari Tanah Batak dia pindah lagi ke Padang).
Sebelum Nomensen berangkat ke Tanah Batak, dia bertemu dengan seorang Kalimantan bernama Punrau (Punrau adalah seorang yang telah pernah dari Jerman; Punrau juga mengetahui bahasa jerman; Dia kemudian menjadi pembantu nomensen samapai dengan tahun 1864; Tetapi Punrau mau dipengaruhi orang silindung memberikan racun bagi Nomensen dan ahirnya dia meninggalkan pekerjaannya). Kemudian Nomensen tiba di Barus (Barus adalah sebuah daerah Pelabuhan yang juga penghasil kapur Barus pada masa itu) pelabuhan sebelum pada tanggal 25 Juni 1862 dan meyewa sebuah rumah di sana. Di daerah itulah dia belajar bahasa batak dan bahasa Indonesia (bahasa Melayu pada masa itu). Selama beberapa waktu tinggal di barus, Nomensen cepat beradaptasi dengan orang-orang di daerah itu bahkan dengan beberapa raja-raja Barus. Setelah beberapa beberapa di barus Nomensen berangkat dari sibolga menuju Sipirok. Di sipirok dia tinggal di rumah Pdt. Klammer dan kemudian ditempatkan oleh pendeta tersebut di Parausorat. Di Parausorat dia mendidrikan rumah dan sekolah, mengajar anak-anak dan mengabarkan injil kepada penduduk daerah itu. Hanya 6 bulan di Parausorat, kemudian ia berangkat ke silindung tanggal 7 November 1863. Perjalanan Nomensen menuju Silindung melalui bukit karena pada masa itu di perkampunggan terjadi pertikaian, sehingga untuk mempercepat waktu ia mengambil jalan cepat melalui bukit di Pangaribuan, dia melawati bukit Sitarindak di Sigotom. Dari bukit inilah dia sampai ke bukit Siatas Barita dekat dengan Huta Lumbanbaringin, Sitompul dan Pansur Napitu. Nomensen mencari tempat bebas untuk memandang, dan sungguh ajaib dari bukit tersebut dia melihat sebuah lembah yang indah yang belum pernah dilihatnya. Dari bukit terpampang perkampungan yang berbentuk bulat dyang dikelilingi oleh bukit nan hijau, diapit oleh Bukit Siatas Barita di sebelah timur dan dan gunung Martimbang di sebelah barat, di aliri dua sungai yaitu sungai Sigeaon dan Sungai Situmandi, yang menjadi satu di daerah Husor menjadi sungai Batang Toru. Lembah yang Indah itu di beri nama “Lembah Silindung” atau “Rura Silindung”. Memandang Rura silindung, Nomensen teringat akan Barmen di Wupertal (tal artinya lembah) Lembah Wupertal tidak seindah Rura Silindung tapi di sanalah Nomensen sekolah pendeta dan mempersiapkan diri menjadi seorang missionaris. Setelah melihat keindahan Rura Silindung dari Bukit Siatas Barita, dia bersujujud dan berdoa :
“Tuhan, inilah tempat yang kuimpikan, biarlah saya mempersembahkan hidupku buat mereka,
agar mereka menjadi milik-Mu yang abadi, hidup atau mati saya akan tinggal di tengah-tengah bangsa yang Engkau tebus untuk menyebarkan firman dan kerajaan-Mu.”
Dari bukit inilah Nomensen memulai misinya keseluruh Tanah Batak, yang di awali dari Silindung, yaitu di desa Sait Nihuta di Huta Dame (Huta Dame atau kampung damai adalah sebuah perkampungan kecil bagi orang-orang yang disingkirkan dari Desa tersebut karena mengikuti Nomensen) hingga sampai akhir hidupnya di Sigumpar, 24 Mei 1918.
Pada Saat ini, di bukit Siatas Barita ditempat Nomensen berdoa sebelum turun ke Silindung, telah berdiri sebuah salib besar yang diberi nama
“SALIB KASIH”
Riwayat Hidup Ompui DR. INGWER LUDWIG NOMENSEN:
- Nomensen lahir pada tanggal 6 Februari 1834 di Norstrand, pulau kecil di pantai perbatasan Denmark dan Jerman. Dia anak pertama dan satu-satunya dari empat bersaudara. Ayahnya bernama Peter dan ibunya Anna, adalah keluarga yang sangat miskin di desanya.
- Tahun 1846, pada umur12 tahun kedua kakinya lumpuh karena kecelakaan kereta kuda. Dan hampir diamputasi, pada saat itu dia berjanji pada Tuhan akan menjadi seorang missionar apabila kedua kakinya sembuh.
- Tahun 1847, kedua kakinya sembuh secara ajaib, sehingga ia mampu meneruskan sekolahnya dan menjadi gembala domba upahan untuk membiayai sekolahnya, karena kedua orang tuanya sangat miskin.
- Tahun 1848, tanggal 2 mei ayahnya, Peter Nomensen wafat, karena sakit keras.
- Tahun 1849, Nomensen lepas sidih.
- Tahun 1857, Nomensen masuk sekolah pendeta di RMG Barmen.
- Tahun 1858, bulan Januari, ibunya meninggal dunia di Nordstand
- Tahun 1861, pada bulan Oktober, Nomensen ditahbiskan menjadi Pendeta dan langsung diberangkatkan oleh Misi Barmen menjadi missionar ke tanah batak, tetapi sebelumnya selama 2 bulan belajar bahasa batak dari Van der Tuuk di Belanda.
- Tahun 1861, bulan desember Nomensen berangkat dari Amsterdam menuju Sumatera
- Tahun 1862, tanggal 14 Mei tiba di Padang.
- Tahun 1862, bulan November, bersama beberapa orang Batak, mengadakan perjalanan ke pedalaman Sumatera melalaui Barus dan Tukka. Dan dari Barus menuju Parausorat kemudian tinggal dengan Klammer, kemudian di Sarulla bersama Van Asselt.
- Tahun 1863, tiba di bukit Siatas Barita, di sekitar Salib Kasih Sekarang. Tempat awal di mana ia memulai misinya di wilayah Batak.
- Tahun 1864, bulan Mei, Nomensen diizinkan memulai misinya di Silindung.
- Tahun 1864, bulan Juli, Nomensen membangun rumahnya di Saitnihuta.
- Tahun 1864, tanggal 30 Juli, Nomensen menjumpai Raja Panggalamei ke Pintubosi, Lobupining, yaitu raja yang membunuh Pendeta Lyman dan Munson.
- Tahun 1864, 25 september Nomensen mau dipersembahkan ke sombaon Siatas Barita di Onan Sitahuru, yang akan dijadikan korban persembahan.
- Tahun 1865, tanggal 27 Agustus, pembatisan pertama Nomensen terhadap empat pasang suami dan istri bersama 5 orang anak.
- Tahun 1866, tanggal 16 Maret nomensen diberkati menjadi suami-isteri dengan tunangannya Karoline di sibolga.
- Tahun 1868, isterinya melahirkan anak pertama diberi nama Benoni namun beberapa hari kemudian meninggal dunia.
- Tahun 1871, Nomensen mengalami penyakit disentri yang sangat parah.
- Tahun 1872, Pargodungan Saitnihuta yang disebut Huta Dame pindah ke Pearaja. Dan pada tahun itu juga putri Nomensen meninggal dunia.
- Tahun 1873, Sikkola mardalan-dalan (sekolah dengan tempat tidak tetap) diciptakan Nomensen agar orang Batak bisa secepatya menjadi guru.
- Tahun 1876, telah dibaptis 7000 orang di Silindung.
- Tahun 1877, Nomensen dan Johansen mendirikan sekolah Guru Zending di Pansurnapitu dan pada tahun itu juga Raja Sisingamangaraja-XII mengancam akan menghancurkan kegiatan missionaris.
- Tahun 1881, kongsi Barmen menetapkan Nomensen menjadi Eporus pertama HKBP, dia digelari Ompui.
- Tahun 1877, Karoline isteri Nomensen meninggal di Jerman.
- Tahun 1890, Nomensen memulai misinya ke Toba, dia pindah ke Sigumpar.
- Tahun 1891, Christian anak Nomensen mati terbunuh di Pinangsori.
- Tahun 1900, permulaan Zending batak.
- Tahun 1903, permulaan misi zending ke Medan
- Tahun 1904, Fakultas Teologi Universitas Bonn, Jerman menganugerahkan gelar Doktor Honoris-Causa di bidang Teologi kepada IL. Nomensen, dan dihadiri oleh Ratu Wilhelmina dari Belanda
- Tahun 1909, isteri kedua Nomensen Christine Harder meninggal dunia (setelah melahirkan 3 orang anak), dan dimakamkan di Sigumpar.
- Tahun 1911, pesta Jubileum 50 tahun HKBP, yang dihadiri puluhan ribu orang, di tempat sebelumnya Nomensen akan dibunuh dan dipersembahkan kepada Sombaon Siatas Barita.
- Tahun 1911, Ratu Wilhelmina menganugerahkan Bintang Jasa ‘Order of Orange Nassau’ kepada Nomensen karena jasanya luar biasa.
- Tahun 1916, Nathanael anak Nomensen mati tertembak di arena Perang dunia I di Perancis.
- Tahun 1918, 23 Mei, pukul enam pagi, hari Kamis, Ompui Nomensen menghembuskan napas terakhir dan menutup mata untuk selama-lamanya. Dan dikuburkan pada Jumat sore, 24 Mei 1918 di Sigumpar.
Sejak awal, Nomensen tidak pernah berencana kembali ke Jerman, supaya dikuburkan di sana, atau kembali ke Jerman untuk menjalani masa tuanya. Dia konsisten dengan doanya di Siatas Barita: "Tuhan hidup atau mati saya akan bersama bangsa ini untuk memberitakan firman-Mu dan kerajaan-Mu. Amin."
Catatan : Sebelum pemekaran kecamatan di Tapanuli Utara, Siatas Barita masih satu kecamatan dengan Kecamatan Tarutung. sehingga nomenklaturnya pun sering disebut Salib Kasih - Tarutung, bahkan sampai sekarang masih sering disebut Salib Kasih - Tarutung.
Referensi :
- Patar M. Pasaribu, Dr. IL. Nomensen Apostel Di Tanah Batak, UNHKBP, Medan 2005;
- Sekolah Tinggi Teologia HKBP, Benih Yang Berbuah, Pematang Siantar 1984;
- Jefri Siregar, Mahasiswa STT Jakarta, Tugas makalah Missiologi, 1995.
- Berbagai sumber.
- Wikipedia Bahasa Indonesia (Update).